Fenomena Sosial (Artis Terjun Dalam Ranah Dunia Perpolitikan).

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

 

Fenomena sosial merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan suatu peristiwa-peristiwa sosial, baik peristiw politik, peristiwa ekonomi, peristiwa sosial, peristiwa budaya, dan maupun peristiwa pertahanan dan keamanan masyarakat. Dalam hal ini penulis melihat suatu peristiwa atau fenomena sosial dalam politik yang sangat hangat-hangatnya untuk dibicarakan pada saat ini. Pada saat-saat kemarin kita dihadapi dengan pileg atau pemilihan calon legislatif. Dalam hal ini tentunya banyak orang yang ingin merebut kursi tersebut. Kita ketahui bahwasanya dunia permiliteran terjun dalam dunia perpolitikan itu sudah wajar, namun hal yang paling fenomenal menurut penulis adalah dari kalangan artis ikut mencalonkan diri dalam calon Legislatif, pilkada dan bahkan mencalonkan diri sebagai Calon Presiden 2014. Hal ini tentunya menunjukan perpolitikan yang berwarna-warni dalam politik. Jika dilihat dalam permiiteran, militer sejak dahulu memang terjun dalam ranah dunia perpolitikan, akan tetapi di bandingkan dengan artis berbeda, menurut penulis ini merupakan suatu peristiwa sosial yang membuka mata public tentang hal terebut.

Politik memang dipandang sebagai suatu intrument untuk memperoleh, mempertahankan kekuasan yang mempengaruhi banyak orang/publik. Setiap insan/individu berhak atas berpolitik, karena dalam setiap orang mempunyai hak perorangan untuk mencalonkan diri untuk pembangunan masyarakt baik dari segala bidang dan aspek. Sebagaimana hal ini yang tercantum dalam UUD 1945 pada pasal 28 yang menyebutkan “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditettapkan dengan undang-undang”.

Dalam UUD 45 tersebut tentunya setiap rakyat indonesia mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat dan berhak dalam memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak yang kolektif maupun individu, dalam hal ini setiap individu dituntut untuk menjadi seorang yang bisa memimpin dan membela hak secara kolektif maupun individu dan jika suatu individu itu merasa mampu untuk memegang amanah dan mampu memegang suatu akuntabilitas dan elektabilitasnya sebagai suatu pemimpin bangsa terhadap rakyatnya. Sebagaimana hal ini sesuai dengan UUD 1945 pada pasal 28 C yaitu : (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia menjunjung tinggi hak warga negaranya dalam berpolitik dan membebaskan pada setiap individu untuk ikut mengajukan selama suatu insan tersebut mampu untuk memegang amanah, akuntabilitas, elektabilitas, aspirasi rakyat dan secara umumnya adalah hak-hak setiap warga negara indonesia.

Politik merupakan suatu alat untuk memperoleh kekuasaan, kekuasaan tentunya ingin diperoleh oleh siapa saja setiap individu yang mampu untuk mengemban amanah dan akuntabilitas sebagai pemimpin kepada rakyat. Akan tetapi alur atau cara memperoleh suatu kekuasaan itu harus memenuhi syarat – syarat yang telah di tentukan undang – undang yang beraku. Untuk memperoleh suatu kekuasaan tentunya harus masuk dalam salah satu partai politik kemudian diusungkan menjadi pemimpin sebagai calon yang mewakili partai politik tersebut dalam pemilihan umum legislatif, pemilihan umum kepala daerah, gubernur, bahkan sampa tingkat presiden. Partai politik merupakan organisasi yang sangat terorganisir yang secara sistematis atas dasar kesamaan kepentingan, tujuan, aspirasi dan ideologi, yang dimana bertujuan untuk mendapatkan suatu kekuasaan bagi pemimpinya dan dengan kekuasaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat dan meng-implementasikan suatu kebijakan umum yang menguntungkan anggota-anggotanya dan dapat menguntungkan masyarakat pada umumnya. Kemudian adapun menurut Carl Friedrich (Syafiie, 2002 ; 57) mengatakan partai politik merupakan sekelompok manusia yang teroranisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasa pemerintah bagi pemimpin partai dan berdasarkan penguasa ini akan memberikan manfaat bagi anggota partanya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainya. Dalam pengetian lain juga menurut sigmund Neuman :

“Partai Politik secara umum adalah bagian organisasi masyarakat yang merupakan unsur – unsur akif dalam bidang politik, yaitu yang berhubungan dengan pengawasan terhadap kekuasaan pemerintahan dan mereka yang berlomba untuk memperoleh dukungan dari rakyat yang mempunyai pandangan yang berbeda”. (Kantaprawira, 1983;67).

Kita ketahui negara indonesia adalah negara yang menggunakan sistem politik demokrasi terbesar ke 3 di dunia. Hal ini tentunya kedaulatan dalam suatu negara itu seluruhnya di tangan rakyatnya. Demokrasi itu sendiri adalah dimana rakyat memegang suatu kedaulatan tertinggi dalam suatu negara tersebut, masyarakat bebas untuk berpendapat, beraspirasi, memilih dan setiap individu berhak atas hak demokrasinya. Pendapat yang lain (safa’at 2009;15) demokrasi dalam arti harfiah adalah pemerintahan oleh rakyat. Pada awalnya, hal itu berarti rakyatlah yang benar-benar memerintah, yaitu mengambil keputusan bersama dalam suatu majelis yang diikuti oleh seluruh rakyat. Hal ini juga di kemukakan oleh Robert A. Dahl, bahwa Demokrasi akan terwujud apabila :

“……Partisipatif yang efektif dari seluruh anggota untuk diketahui oleh anggota-anggota lainya.

  1. Persamaan Suara yang mempunyai kesempatan sama dan efektif.
  2. Pemahaman yang cerah dan merasional.
  3. Pengawasan yang enklusif untuk memutuska apa permasalah yang dijadikan solusi”. (Muhas, 2011, 3).

Dalam hal ini tentunya akan terjadinya pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) di negara indonesia. Hal ini tentunya membuka “lahan baru” bagi sejumlah artis yang mencoba/mengajukan ikut berebut kursi ataupun otoritas di legislatif, pilkada, gubernur dan presiden dan lainya. Bahkan mereka kini sudah merambah “pasar” pemilihan kepala daerah (pilkada) dan caleg partai politik. Harus diakui, kesuksesan sebagian kalangan artis dalam memenangi pemilihan kepala daerah dan menjadi wakil rakyat di parlemen mencerminkan perubahan sikap pemilih yang kurang percaya terhadap calon dari kalangan birokrat. Bisa jadi fenomena ini menjadi sebuah cermin ketidak percayaan masyarakat pemilih terhadap para calon pemimpinnya yang sebagian besar maju dari kalangan pejabat atau mantan pejabat yang hanya memberikan suatu janji-janji palus namun tidak di tepati. Sehingga melihat artis/selebriti yang merupakan suatu pembaharuan baru yang ingin melawati masa keterpurakan dimasa tersebut, walaupun pada umumnya banyak masyarakat yang setuju tidaknya terhadap pencalonan diri dari kalangan artis tersebut.

Fenomena artis terjun ke politik saat ini memang sedang maraknya. Keberhasilan beberapa kalangan artis seperti Dede Yusuf sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat atau Rano Karno menjadi Wakil Bupati Tangerang bisa saja menjadi inspirasi bagi artis lain untuk turut mengadu peruntungan. Bahkan kita ketahui kemarin yang hangatnya juga di bicarakan publik sang raja dangdut Roma Irama yang di usungkan menjadi Calon presiden dari partai Politik PKB (Partai kebangkitan Bangsa). Tentunya fenomena artis terjun ke politik ini semakin mengukuhkan telah datangnya suatu era baru dalam demokrasi di Indonesia sekarang ini; Selebriti Politik “Celebrity Politics” mulai dikenal dalam terminologi Ilmu Politik setelah para bintang film, pemain sinetron, komedian, dan penyanyi terjun ke dunia politik, bukan sebagai penghibur panggung kampanye atau pengumpul suara. Tapi, mereka, serius mengejar kursi jabatan publik seperti anggota DPR, bupati, walikota, gubernur atau bahkan sampai kursi tingkat presiden. Keterlibatan selebriti/artis dalam ranah dunia perpolitikan sesungguhnya merupakan sesuatu yang lumrah. Bukan hanya di negeri ini. Ambil saja contoh selebriti Amerika Serikat misalnya, Ronald Reagen dan Arnold Schwarzenegger, yang juga masuk arena politik serta berhasil menjadi presiden dan gubernur. Yang membedakan dari AS, mereka sejak awal aktif menjadi anggota partai politik dan terlibat dalam program dan kerja-kerja partai. Sementara di Indonesia, para selebriti tiba-tiba saja masuk arena pilihan, tanpa melalui proses perekrutan yang tertata oleh partai politik.

Dalam hal tersebutlah yang menarik bagi penulis mengangkat judul makalah tentang “Fenomena Sosial Studi Kasus Tentang Artis/Selebriti Terjun Dalam Ranah Dunia Perpolitikan”. Namun dalam hal ini ada pokok bahasan yang akan penulis paparkan, sebelumnya penulis akan memaparkan apa saja permasalah keterkaitan dalam judul yang penulis angkat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

 

Dengan paparan di latar belakang tersebut, penulis menemukan ada permasalahan yang menarik yang menurut penulis menarik dibahas dalam pembahasan dan disini akan di paparkan permasalahan diantaranya sebagai berikut :

  • Mengapa artis/selebriti ikut terjun dalam ranah dunia perpolitikan?
  • Bagaimana perbandingan antara selebriti/artis yang ikut terjun politik dibandingkan dengan kemilteran terjun ranah politik?
  • Tujuan

 

  • Memberikan wawasan bagi pembaca untuk mengetahui mengapa artis/selebriti ikut terjun dalam ranah pepoltikan.
  • Mengetahui bagaimana perbandingan antara selebriti/artis dengan Kemiliteran yang terjuan dalam perpolitikan.

1.4       Manfaat

           

Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :

  • Manfaat Teoritis

1.4.1.1 Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan data teoretis bagi penelitian yang berkaitan dengan politik. Khususnya yang berfokus pada masalah artis/selebriti yang ikut dalam ranah dunia perpolitikan. Sehingga, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengimplementasikan perencanaan maupun visi dan misi tersebut dengan lebih baik

  • Selain itu, makalah yang ini juga diharapkan dapat menambah serta memperkaya khazanah kepustakaan di bidang ilmu politik dan dalam fenomena sosial yang masuk dalam teori ilmu-ilmu sosial dan keilmuan di bidang ilmu sosial lainya.
  • Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi ilmu politik, makalah ini memberikan bahan untuk mengembangkan pemikiran, menambah wawasan terkait dengan warna baru dalam perpolitikan.

1.4.2.2 Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam politik, karena setiap orang berhak memperoleh kekuasaan dengan syarat & ketentuan yang telah di penuhi.

1.4.2.3 Bagi masyarakat, untuk refrensi terkait partisipasi politik masyarakat baik pemilu capres, legislatif dan lainya dan tujuan lainya agar meningkatkan tingkat partisipasi politik masyarakat yang baik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

2.1 Pengertian Politik

            Politik merupakan memperoleh suatu kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, mempengaruhi banyak orang. Politik dipandang sebagai suatu usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan berasama. Sebagaimana hal ini juga dalam pandangan lain yaitu Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasyah” yang emudian duterjemahkan menjadi siasat, atau dalama bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik ini sendiri memamng berarti cerdik, dan bijaksana yang dalam pembicaran sehari – hari kita seakan – akan mengartikan sebagai suatu cara yag dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi para hli politik sendiri mengaku bahwa sangat sulit memberikan definisi tentang ilmu politik.

Pada dasarnya politk mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada ghalibnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, azas-azas, sejarah pembentukann negara, hakekat negara, srta bentuk dan tujuan negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti, kelompok penekanan, kelompok kepentingan, kelompok elite, pendapat umum, peranan parati politik, dan keberadaan pemilihan umum.

Politik adalah suatu disipli ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri tapi juga seni, dikatakan seni karena berapa banyak kita melihat politikus yang tanpa pendidikan ilmu poliitik, tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya, sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik praktis. (Syafiie, 2002;4).

2.2 Partai Politik

Partai politik merupakan suatu instrumen atau alat untuk memperoleh suatu kekuasaan bagi pimpinanya, karena setiap orang untuk memperoleh suatu kekuasan harus bisa mask dalam partai politik yang dimana tujuanya adalah untuk memenangkan pimpnanya dan memperjuangkan kepentingan anggota-anggotanya dan masyarakatnya secara umum dengan kebijakan yang dibuatnya. Sebagaimana pendapat lain diataranya menurut (Safa’at,2011;30) partai dapat diapahami dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, partai adalah penggolongan masyaarakat dalam organisasi secara umum yang tidak terabatas pada organisasi politik. Sedangkan dalam arti sempit, partai adalah partai politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politk.

Kemudian adapun fungsi politik (Budiardjo,1972;163) yaitu yag pertama partai sebagai sarana komunikasi politik, kedua partai politik sebagai sarana sosialisasi politik, ke-tiga partai politik sebagai sarana pengatur konflik, ke-empat partai politik sebagai sarana recuitment politik.

Dalam praktek politik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat yag dikejar bukan kepentingan nasional, akan tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat pengkotakan politk atau konflik tidak diselesaikan, akan tetapi malah dipertajam.

 

2.3 Pengertian Demokrasi

            Demokrasi dalam arti harfiah adalah pemerintahan oleh rakyat. Pada awalnya, hal itu berarti rakyatlah yang benar-benar memerintah, yaitu mengambil keputusan bersama dalam suatu majelis yang diikuti oleh seluruh rakyat.

Demokrasi yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan.

Dalam negara indonesia yang menggunakan sistem demokrasi tentunya berhak bersuara, berpendapat, mengemukakan suatu pedapat ataupun gagasan, dimana dalam hal ini tentunya kedaulatan tertinggi dalam negara indonesia sepenuhnya dipegang ditangan rakyat yang berhak sebagai raja untuk memerintah.

2.4 Artis dan Militer

            Artis merupakan seorang seniman yang dimana orang – orang yang melakukan seni seperti Penyanyi(olah vokal), Pelukis(menggambar), Akting, Penari, Pewayang dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan seni bisa dikatakan sebagai artis. nah yang menjadi pertanyaan adalah apa perbedaan artis aktor dan aktris sementara sebagai mana kita ketahui Semua Aktor/Aktris dapat dikatakan sebagai Artis, tapi belum tentu Artis adalah seorang Aktor/Aktris, (Semua Artis dapat dikatakan sebagai Aktor/Aktris, tapi belum tentu Aktor/Aktris adalah seorang Artis).

Sedangkan militer merupakan Militer adalah angkatan bersenjata dari suatu negara dan segala sesuatu yang berhubungan dengan angkatan bersenjata. Padanan kata lainnya adalah tentara atau angkatan bersenjata. Militer biasanya terdiri atas para prajurit atau serdadu. Kata lain yang sangat erat dengan militer adalah militerisme, yang artinya kurang lebih perilaku tegas, kaku, agresif dan otoriter “seperti militer”. Padahal pelakunya bisa saja seorang pemimpin sipil.

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Keterlibatan Artis/selebriti Ikut Terjun Dalam Ranah Dunia Perpolitikan.

Dalam pandangan orang yang anti dalam politik tentunya mengatakan politik itu adalah kotor. Politik hanya menimbulkan perseturuan antar pihak, saling menjatuhkan satu sama lain. Akan tetapi dalam suatu negara, politik itu akan selalu ada selama manusia itu masih tetap ada hingga akhir zaman, karena setiap negara dituntut harus ada punya suatu pemimpin yang mampu mensejahterakan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam pancasila kita di indonesia. Kemudian pemimpin dituntut harus mempunyai suatu sikap atau 4 prinsip yang dipegang dalam kepemimpinanya diantaranya yaitu jujur, dapat dipercaya, amanah dan bertanggung jawab. Dalam negara indonesia ini, negara indonesia menganut sistem pemerintahan yang berdemokrasi terbesar ke-3 di dunia. Dalam hal ini tentunya setiap orang bebas dalam bersuara, bebas membela hak secara kolektif maupun individu. Perlu diketahui bahwasanya politik tidak hanya diukur dari ukuran financial melainkan kualitas rasionalitas, akuntabilitas, transparansi, dan tingkat partisipatif dari setiap pimpinan ketua partai politik yang bertujuan mencapai azas atau prinsip – prinsip pemerintahan yang baik “Good Gavernance”.

Dalam kehidupan berpolitik, partai persatuan pembangunan berpendapat bahwa nilai-nilai etika politk perlu ditegakkan, hak-hak politik rakyat dijamin undang-undang dasar 45 perlu diargai dan dilindungi, termasuk penyaluran aspirasi politknya sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing. Penyaluran aspirasi serta perjuangan membela hak dan kepentingan rakyat melalui wakil-wakil mereka harus mendapat tempat yang wajar, adil, dan proposional dalam konstelasi lembaga-lembaga kenegaraan. Untuk itu, suasana kejujuran dan keterbuakaan dalam mengembangkan demokrasi yang dilandasi akhlaq al-qarimah (budi pekerti yang luhur) sangat diperlukan, sehingga penyelenggaraan pemerintah negara yang bersih dan berwibawa dapat ditegakkan (Putra, 2003;111).

Setiap orang yang terjun dalam politik tentunya bertujuan untuk memperoleh suatu otoritas baik dalam kursi DPR, Bupati, Gubernur, Legislatif, bahkan sampai kursi Presidenpun yang bertujuan ingin merubah daerah, bangsa dan negara karena tingkat kesadaran partisipasi setiap individu maupun masyarakat sekarang semakin maju.

Panggung politik dalam negera indonesia belakangan ini kita ketahui banyak dari kalangan artis yang datang dalam dunia politik. Hal ini tentunya menimbulkan suatu tanda tanya yang sangat besar kepada public tentang hal itu, apakah tujuanya artis/selebriti masuk ranah politik untuk memanfaatkan popularitasnya atau memanfaatkan eksistensinya sebagai Public figure dalam suatu masyarakat atau karena tingkat kesadaran partisipatif politiknya yang tinggi atau kepedulian terhadap masyarakat. Sehingga ada istilah baru dalam dunia politik itu yaitu “Celebrity Politics”.

Melihat para artis yang terjun dalam dunia perpolitikan tentunya menjadi bahasan yang sangat menarik penulis untuk dibahas. Hal ini menimbulkan pro dan kontra, padahal jika kita lihat dalam UUD 45 pasal 28, pasal 28 C, yang dimana kurang lebih berisikan tentang HAM, hak untuk mencalonkan, mengajukan diri, sebenarnya selama seorang berani untuk mengemban suatu amanah dan tanggung jawab publik, setiap orang berhak atas hal itu, selama mereka sebagai rakyat indonesia, jadi sah saja mereka mencalonkan diri sebagai pemimpin dengan syarat memenuhi segala syarat dan ketentuan untuk menjadi seorang pemimpin. Dunia politik dengan dunia artis jika dibandingkan memang sangat jauh berbeda, sedangkan dibandingkan dengan dunia politik yaitu dimana dalam hal ini yang mencari suatu kekuasaan yang mampu memberikan suatu kontribusi yang besar dalam masyarakat, perlu suatu keahlian yang memang ahli dalam bidangnya sendiri. Akan tetapi masyarakat sudah tidak percaya terhadap pejabat yang memang ahli dan ketika itu ia mampu menang dalam pilkada, gubernur, bupati atau yang lainya, dalam kinerjanya tidak sesuai dengan visi dan misi sewaktu adanya persaingan untuk menjadi pemimpin, hal ini yang menjadikan masyarakat tidak percaya terhadap janji-janji palsu sebagia para politisi yang memang ahli dalam bidang politik. Dibandingkan dengan kalangan artis/selebriti ini merupakan suatu fenomena baru dalam dunia perpolitikan, yang mungkin bisa merubah keterpurakan masyarakat pada umumnya walaupun sebagian masyarakat yag pro dan kontra terhadap artis/selebriti yang terjun dalam dunia perpolitikan.

Sebenarnya mengenai para artis yang ingin terjun ke dunia politik itu tidak menjadi masalah karena Artis – artis ini juga Warga Negara yang mempunayi hak untuk dipilih dan juga memilih. Tetapi untuk para selebritis ini jangan hanya mengunggulkan kecantikan, ketampanan dan juga kepopuleranya saja tetapi juga harus mempunyai kapasitas untuk menjadi seorang politikus, dilatar belakangi pendidikan yang memadai, selain itu juga harus bisa membuktikan kinerja  mereka untuk masyarakat. Namun ada kehawatiran masyarakat akan hal itu karena masyarakat takut jika artis/selebriti terjun dalam politik dunia artis yang selalu bersandiwara dibawa kedalam politik, sehingga terjadinya permainan politik yang tidak serius didalam mengatur kinerja pemerintah yang berstandar nasional. ada beberapa hal yang harus disanggupi ketika seseorang yang ingin menjadi caleg, pilkada, bupati, gubernur atau yang lainya adalah mampu untuk mengemban suatu amanah dan tanggung jawab, mampu memperjuangkan hak dan nasib rakyat, mensejahterakan rakyat, pengetahuan berpolitknya, dan berpolitik dengan cara yang benar.

Memantau kinerja ataupun program artis/selebritis yang mampu dan berhasil membawa suatu kebaharuan yang baru dilihat dari kalangan artis yang dulu mampu memberikan suatu kontribusi, perubahan yang diberikanya ataupun malah sebaliknya. Partai politik yang menjadi incaran atau tujuan utama di banyak kalangan para artis adalah Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai instrument untuk terjun ke politik. Seperti halnya, Eko Patrio dari dapil Jawa Timur, Derry Drajat dapil Jawa Barat, Ikang Fauzi dapil Banten serta banyak lain artis yang mencalonkan diri di daerah pemilihan lainnya. Maka, ada selentingan jika singkatan dari PAN merupakan Partai Artis Nasional. Seolah-olah tidak mau kalah Partai Bintang Reformasi (PBR) meminta Dewi Yull sebagai caleg. Dari Partai Damai Sejahtera (PDS) tersebut nama Maya Rumantir, Bella Saphira, dan Tessa Kaunang sebagai caleg. Baru-baru ini publik dikagetkan dengan pencalonan artis Julia Perez dan Ayu Azhari dalam bursa calon kepala daerah dan begitu juga yang lebih membuat mata public terbuka yaitu dengan pencalon Raja dangdut dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang di calonkan sebagai calon presiden tahun 2014, dan banyak para kalangan artis lainya juga yang mencalonkan diri sebagai caleg maupun kursi kepala daerah (Pilkada).

Hal ini tentunya tingkat partisipatif setiap kalangan artis sangat tinggi dalam bentuk yang sangat aktif, entah tujuanya itu memanfaatkan popularitasnya atau ekistensinya sebagai public figure dimata public. karena para selebritis tersebut menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam organisasi politik. Dari segi dukungan, selebritis mengeruk dukungan terbanyak karena memanfaatkan popularitas yang mereka miliki serta untuk eksistensi partai politik yang menanungi mereka. Seperti yang telah diketahui bersama dalam sosioalisasi politik terdapat faktor eksistensi politik salah satunya popularitas tokoh partai. Hal inilah yang teraplikasi dalam wajah perpolitikan di Indonesia.

Keterpilihan dan keterbanyakan suara para selebritis dalam panggung perpolitikan memang tidak bisa dielakkan. Kebanyakan dari pemilihan umum yang telah diselenggarakan suara kaum penghijrah (selebritis politik) ini mendapatkan suara tertinggi dibandingkan tokoh-tokoh politik lain yang cenderung sudah lama dalam hal panggung  perpolitikan. Politik praktis ini tentu saja menghasilkan interpretasi tertentu bahwa menggunakan artis sebagai calon legislatif atau calon kepala daerah lebih efektif. Hal tersebut menguntungkan kedua belah pihak antara partai politik dan para kalangan selebritis. Keuntungan yang didapatkan partai politik maka eksistensinya dibidang politik makin terlihat. Keuntungan bagi selebritis politik maka ia akan mendapatkan jabatan sebagai pemimpin baik dalam suatu pilkada, pilgub, bupati bahkan sampai kursi presiden.

Popularitas secara garis besar dimaknai sebagai dikenal dan disukai oleh banyak orang atau tindakan seseorang dalam aktualisasi diri untuk dapat dikenal oleh masyarakat luas. Dalam dunia pers dikenal istilah “man makes news”, yang artinya setiap tokoh memiliki berita, atau berita dapat diangkat dari mereka yang memiliki nilai berita (populer). Karena kepopulerannya, apapun yang terjadi pada diri si tokoh tersebut dapat menjadi perhatian khalayak. Dalam kaitannya dengan tulisan ini, para artis atau selebritis tentunya sudah dikenal masyarakat melalui sinetron, gosip, atau tayangan yang lainnya, sehingga apa yang terjadi pada dirinya memiliki nilai berita. Masyarakat merasa dekat dengan artis karena terpaan media setiap harinya. Maka tak heran ketika artis mencalonkan atau dicalonkan dalam pemilihan umum, hal ini segera menjadi perhatian masyarakat. Ini dikarenakan dirinya sudah memiliki nilai berita. Dalam dunia perpolitikan, popularitas seringkali dijadikan tolak ukur suatu keberhasilan, khususnya dalam pemilihan umum. Seringkali orang yang memiliki kualitas, namun tidak berada dalam lingkaran kekuasaan dan popularitas menjadi tersisih. Sebaliknya, mereka yang berada dalam posisi menjadi pusat perhatian media massa menjadi bahan rebutan partai-partai politik. Semakin banyak jumlah penggemar, maka semakin tinggi pula nilai jual artis yang bersangkutan. Sebab para artis di idolakan oleh masyarakat sebagai figur yang memahami hidup mereka, mulai dari tingkat bawah, menengah dan atas. Padahal dalam kehidupan nyata, para artis seringkali melakoni hidup yang bertolak belakang dan berbanding terbaik dengan apa yang diberitakan media massa.

Faktor popularitas bagi artis sebenarnya merupakan potensi yang inheren dengan profesi keartisannya. Artis populer karena banyak disukai orang atas karya seninya maupun gaya hidupnya. Melalui media seperti televisi sebagai lembaga industri dan komersialisasi gaya hidup artis yang sedang berpolitik semakin populer. Popularitas artis berpolitik juga menimbulkan image baru yang menandai keseriusan para artis untuk menampilkan kemampuan dan intelektualitas berpolitik. Artis berpolitik kemudian menjadi topik menarik di tengah masyarakat. Dengan menyandang popularitas dan intelektualitas artis tidak hanya menarik perhatian masyarakat tetapi juga sejumlah partai politik kembali mengajak artis bergabung di partainya dan menjadikannya sebagai calon legislatif. Hal ini cukup membuktikan bahwa masuknya artis dalam partai politik merupakan konsekwensi logis dari popularitasnya.

Fenomena popularitas artis dalam dunia politik ini juga turut di tumbuh kembangkan oleh karakteristik masyarakat Indonesia. Di tengah sangat rendahnya pendidikan serta partisipasi politik, dan minimnya pengetahuan publik mengenai sosok kandidat, maka popularitaslah yang menjadi lebih penting dibanding kapasitas dan kredibilitas. Kemampuan, pengalaman serta program kerja yang dimiliki seringkali tidak diperhatikan oleh masyarakat. Karena hal tersebut, tak heran apabila popularitas menjadi senjata ampuh untuk memenangkan suara masyarakat. Namun sebagaimana sudah sedikit disinggung di atas, hal ini justru bisa digunakan untuk menjustifikasi gagalnya kaderisasi sebuah partai. Terutama kegagalan serta ketidak beranian mencalonkan kadernya, karena mungkin dianggap kurang populer bila dibandingkan dengan artis/selebritis.

Dalam kajian behavior sendiri, popularitas adalah kunci sukses untuk merintis jalan menuju kekuasaan yang tidak dapat ditawar lagi. Tiga ranah, mengadopsi pendekatan psikologis dan edukasi, harus dilalui seorang kandidat jika ingin terpilih. Pertama adalah ranah kognisi, yaitu sebagai tahap pengenalan baik dalam bentuk minimalis (iklan, spanduk, dan lain-lain) atau pada tingkat yang lebih tinggi (tatap muka langsung) dengan masyarakat. Ranah inilah yang paling menentukan sebelum kalkulasi politik dilakukan. Sebab popularitas adalah modal dasar bagi seorang kandidat untuk terpilih (elektabilitas).

Setelah itu langkah – langkah elektabilitas bisa diproses di ranah afeksi, yaitu membius publik dengan janji-janji, serta arti pentingnya kehadiran kandidat dalam pemilihan. Popularitas tentu saja dapat berlangsung simultan dalam proses afeksi ini. Namun sayangnya seringkali kepentingan dalam proses untuk menaikkan citra dan kepopuleran lebih dominan dibandingkan proses pendidikan publik terhadap apa yang akan dibawa dan dilakukan oleh kandidat bila terpilih. Dari proses-proses di atas tentunya pada akhirnya diharapkan akan muncul suatu sikap tegas masyarakat yang berujung pada terpilihnya sang calon di bilik  pemilih. Hal ini tentu saja tidak akan atau sulit untuk terealisasi apabila kandidat tidak  populer. Dalam konteks inilah kehadiran artis menjadi sangat signifikan, karena setidaknya artis sudah mengantongi modal awal yaitu kepopuleran.

Adapun Fakto – Faktor artis ikut dalam ranah perpolitikan :

Banyak sekali alasan artis untuk turut terjun ke dalam dunia politik. Mulai dari rasa pedulinya terhadap masyarakat, keprihatinannya terhadap kondisi bangsa, dan lain-lain. Berikut ini beberapa alasan dari sang artis hingga akhirnya memutuskan untuk terjun kedalam dunia politik :

  1. Faktor kecakapan politik yang terdiri dari sosialisasi politik dan pengalaman politik merupakan faktor yang diakui oleh artis untuk menutupi alasannya masuk partai politik dan alasan partai politik yang merekrut artis karena kepopulerannya. Melalui kecakapan politiknya, artis sangat yakin dapat melaksanakan tanggung jawab politik bila kelak dipercaya oleh rakyat menjadi wakilnya. Sosialisasi politik yang mereka dapatkan dari keluarga, pendidikan formal dan media komunikasi, dan pengalaman politik yang mereka telah lalui di organisasi sosial cukup membuat mereka yakin akan kemampuan dirinya. Dengan kecakapan politiknya pula artis merasa yakin kalau tidak terkalahkan oleh sejumlah politisi regular yang sudah lama menggeluti dunia politik.
  2. Faktor berikutnya yang mendorong artis masuk partai politik adalah kemampuan ekonominya. Melalui kepemilikan uang yang tergolong tinggi memberi kesempatan besar  bagi artis untuk masuk partai politik. Lebih dari itu dengan penghasilannya yang tergolong tinggi artis berharap dapat menepis seluruh anggapan bahwa keterlibatannya dalam partai politik adalah untuk mengejar uang.
  3. Ketiga adalah sebagai faktor identifikasi diri. Faktor ini sangat terkait dengan profesi keartisannya. Artis adalah penggelut dunia seni atau dunia estetika. Dari apa yang didapatkan dalam menggeluti dunia seni para artis mengakui bahwa mereka memiliki rasa sensitivitas yang tinggi. Dengan sensitivitas ini para artis berkeyakinan bahwa merekamampu merespon aspirasi yang muncul terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang sedang terjadi.

Alasan – alasan di atas merupakan alasan – alasan normatif yang sering diungkapankan selebriti sebagai pembenaran atas dirinya yang terjun ke dalam dunia politik. Namun sayangnya tak jarang artis-artis yang terjun ke dalam politik karena alasan-alasan lain yang pragmatis. Misalnya saja dikarenakan kepopulerannya di dunia artis sudah berkurang, sehingga di perlu mencari penghidupan yang lainnya. Atau malah mungkin di karenakan iseng – iseng mencoba sesuatu yang baru. Hal-hal yang seperti demikian ini tentu saja tidak dapat dibenarkan. Hal ini sama saja halnya dengan mempermainkan nasib rakyat

Kemudian disini penulis membahasa atau sedikit memaparakan ABRI angkatan darat yang terjun dalam panggung politik, sehingga maksud dan tujuan penulis selanjutnya adalah mencoba untuk membandingkan antara artis/selebriti yang terjun dalam ranah dunia perpolitikan dibandingkan dengan ABRI/Kemiliteran yag terjun dalam panggung politik.

  • Perbandingan ABRI/Militer dengan Artis Didalam Panggung Politik.

 

Memperoleh kekuasan merupakan suatu didalam kehidupan politk. Disamping itu mempertahankan kekuatan yang sudah dipunyai itu, merupakan pusat kegiatan yang pertama. Tidak terkecuali bagi ABRI/Keiliteran yang sekarang sedang berperan sebagai aktor utama diarena perpolitikan indonesia. Suatu contoh fenomenal yang sangat hangat ini kita ketahui adalah Calon Presiden Indonesia 2014 yaitu prabowo yang dimana dulunya adalah TNI AD (Militer/ABRI) ikut berperan sebagai aktor utama dalam dunia politik. Sebenarnya militer sudah sejak dulu terjun atau ikutcampu dengan politik, jika di bandingkan dengan selebriti/artis yang baru masuk pada era reformasi ini tentunya memberikan suatu kebaharuan yang entah nantinya memberikan suatu kebaharuan yang positif maupun negatif.

Munculnya militer dipanggung politik, sosial dan ekonomi negara-negara berkembang, berpangkal kepada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan kesemua unsur-unsur kehidupan masyarakat. Dalam hal ini tentunya akan timbul pertanyaan, apakah boleh ABRI/Militer masuk dalam politik. Hal ini tentunya sama dengan artis yang terjun dalam perpolitikan, setiap orang berhak untuk mencalonkan, berpendapat, membela diri sebagaimana yang tercantum dalam UUD 45 Pasal 28 dan Pasal 28 C. Namun disini ada beberapa pandangan yang menajawab bolehkan kemiliteran itu terjun dalam dunia perpolitikan :

  1. Pandangan Klasik. Dalam pandangan ini ia mengatakan bahwa dalam konflik atau suatu kompetisi dalam masyaarakat itu militer lebih mampu untuk menyelesaikan dan melerai permasalahan dan sebagai penentu dalam suatu masyarakat, bahkan dalam pandangan ini beranggapan militer itu diharuskan terlibat dalam panggung politik.
  2. Pandangan yang kedua ini adalah yang dimana terdapat pada negara maju atau barat yang dipengaruhi oleh dua padangan diantaranya yaitu pandangan ideologi liberalisme dan pandangan professionalisme. Pandangan ideologi liberalisme megatakan bahwa jika militer ikut terlibat dalam panggung politk, maka akan timbul kehawatiran karena keterdisiplinan dari militer/ABRI. Sedangkan pandangan yang kedua pandangan professionalisme yang mengatakan ketika ABRI/militer berperan dalam bidanganya, maka militer hanya akan fokus dalam bidang keahlianya sebagai tugas keamanan negara dan fokus pada serangan dari luar tanpa mengikuti urusan politk, jadi mereka tidak sama sekali memikirkan diluar bidang keahlianya sendiri.
  3. Kemudian pandangan yang ketiga adalah Profesionalissme, akan tetapi berbeda dengan yang kedua tersebut, dalam pandangan ini mengatkan bahwa sebagai militer tidak hanya mempunyai tugas kemanan didalam maupun srangan dari luar. Akan tetapu militer juga mampu menghadapi dan mengawal proses pembangunan, maka kita ketahui indonesia juga menggunakan pandangan yang ketiga.

Dalam sanit 1981;59 : bergesernya ABRI di panggung politk, sosial dan ekonomi berjalan di dalam waktu yang cukup lama. Proses itu meminta waktu 20 tahun. Abri meyakinkan diri untuk berperan sebagai kelompok utama di dalam proses kehidupan politik indonesia secara keseluruhan. Dibandingkan dengan artis/selebriti baru datang di era reformasi, tentunya butuh waktu yang cukup lama dan suatu adaptasi atau suatu hal yang bersifat agar mampu untuk meyakinkan diri untuk bereperan dalam kehidupan politk. Hal ini tentunya untuk menghindari pendapat orang yang tidak setuju dengan terjunya artis dalam panggung politik. Dengan demikian tetunya harus adanya proses pembuktian yang nyata yang dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Secara sosial, militer lebih ampu untuk menjadi modernisator sebab; (a) walaupun banyak anggota yang berasal dari daerah pedesaan, tetapi tentara lebih cepat berkenalan dengan teknologi yang datang dari luar; (b) proses akulturasi di dalam tentara lebih mengarah kepada teknologi; dan (c) secara politisi, proses akulturasi tentara lebih melibatkan diri kepada negara secara keseluruhan, daripada keterikatan kepada kelompok-kelompok yang lebih kecil seperti yang dialami oleh pengelompokan yang lebih kecil seperti yang dialami pengelompokan sipil.

Sehingga dalam hal ini perbandingan antara militer dengan artis itu adalah dalam militer yang ikut panggung politik sudah sejak dulu pada masa soeharto sedangkan dibandingkan dengan artis yang terjun dalam panggung politik sejak era reformasi yang dimana perlunya suatu pembuktian dalam kinerjanya yang benar-benar ingin mensejahterakan masyarakat tanpa ada niat sedikitpun untuk menambah popularitas atau eksistensi di dunia maya atau dimata masyaakat banyak.

BAB IV

PENUTUP

4.1Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa penulis paparan adalah setiap rakyat indonesia berhak untuk mencalonkan diri, bersuara, membela haknya, Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana yang diatur dalam UUD 45 Pasal 28, pasal 28 C 1 dan 2. Setiap orang berhak untuk mencalonkan diri selama dalam individu itu sendiri mampu untuk mengembangkan suatu amanah tanggung jawab, mensejahterakan rakyat, membangun prekonomian masyarakat.

Terjunya artis di dunia politik ini mengundang masyarakat untuk menilai bahwa adanya masayarakat yang setuju dan tidak terhadap terjunya artis dalam panggung politik, karena orang yang tidak setuju khawatir takut akan dunia kertisanya akan diimplementasikan dalam dunia politik, panggung sandiwara yang penuh dengan sebuah hiburan memberikan dampak pada dunia politiknya. Sedangkan dalam masyarakat yang setuju akan artis ikut dunia politik mengatakan bahwasanya ini tentunya memberikan suatu kebaharua yang sangat baru, karena setiap orang atau rakyat indonesia berhak untuk mencalonkan diri untuk ikut berpartisipasi politik, ini artinya tingkat kepudulianya yang begitu tinggi terhadap politik.

Kemudian dilihat dari perbandingan dunia artis dengan militer yang terjun dalam politik, jika dilihat dalam dunia permiliteran bahwasanya militer telah terjun dalam panggung politik sejak era pada masa soeharto, kemudian adanya 3 pandangan yang berpendapat boleh tidaknya militer ikut dalam politik diantaranya pertama pandangan klasik yang mengharuskan ikut politik alasanya karena mampu mengatasi permasalahan ataupun konflik rakyat, yang kedua pandangan negara maju/barat ada dua yaitu ideologi liberalisme yang khawatir ikutnya militer dalam politik akan keterdisiplinanya, dan ke-dua professionalisme yang mengatakan militer hanya akan fokus dalam bidangnya, sehingga tidak terpikirkan sama sekali untuk ikut dalam dunia perpolitikan, dan yang terakhir yaitu pandangan professional yang dimana pandangan ini berbeda dengan pandangan yang ke-dua diatas yang mengatakan bahwa mempunyai fungsi To Internal Security and Development mampu menghadapi dan mengamankan dalam negeri dan dapat menguasai proses pembangunan dan indonesia kita sendiri menggunakan sistem ke dua tersebut.

4.2 Saran

Saran dari penulis adalah setiap orang berhak untuk mencalonkan diri, berpendapat dan lain sebagainya sesuai UUD 45 Pasal 28, pasal 28 C, namun tentunya untuk mencalonkan diri sebagai harapan masyarakat yang diharapkan harus mampu memenuhi syarat tertentu dan melalui partai politik. Dan saran penulis adalah setiap seorang pemimpin harus mempunyai 4 prinsip dasar atau wajib dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu Jujur, bertanggung jawab, dapat dipercaya, dan tidak berdusta. Hal ini yang paling mendasar yang harus dalam diri seorang pemimpin.

Kemudian saran lainya dari penulis adalah jika mencalonkan diri sebagai pileg, pilkada, pilgub, presiden atau yang lainya harus benar-benar mampu untuk menjalankan semua janjinya yang sudah memang sebagai harapan masyarakat. Setiap orang berhak untuk memimpin, namun harus mampu dan niat yang besar untuk menghindari keterpurakan yang dialami oleh masyarakat.

 

 

Daftar Pustaka

 

Anonim. 2014. “Militer”. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Militer diunduh 16 Juni 2014.

Budiardjo, Miriam. 1972. “Dasar – Dasar Ilmu Politik”. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Chio, Chie. 2014.2011. “Selebritis Politik: Fenomena Artis Dikancah Politik Indonesia”. Melalui http://chiechiohahn.blogspot.com/2011/02/selebritis-politik-fenomena-artis.html Diunduh Tanggal 11 Juni 2014.

Dewanata, Andy. 2014. “Artis dan Politik”. Melalui http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10538&coid=3&caid=31&gid=2 Diunduh Tanggal 10 Juni 2014.

Kantaprawira, Rusadi. 1983. “Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar”. SINAR BARU. Bandung.

Muhas, Mujaddid. 2011. “Nalar Pemilu dan Demokrasi”. Jaringanpena. Mataram-Nusa Tenggara Barat.

Pratama, Agam Imam. 2014. “Fragmentaris Dalam Fenomena Selebriti Menjadi Politisi”. Melalui https://www.academia.edu/3430712/Pragmatisme_Dalam_Fenomena_Selebriti_Menjadi_Politisi?login=&email_was_taken=true&login=&email_was_taken=true&login=&email_was_taken=true&login=&email_was_taken=true diunduh tanggal 13 juni 2014.

Putra, Fadillah. 2003. “Partai Poitik dan Kebijakan Publik”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Pembrianasiwi. 2010. “Kemampuan Artis Dalam Berpolitik”. Melalui http://pembrianasiwi.wordpress.com/2010/01/14/kemampuan-artis-dalam-dunia-politik/ Diunduh Tangga 13 Juni 2014.

Sanit, Arbi. 1981. “Sistem Politik Indonesia;Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan Pembeangunan”. YIIS. Jakarta.

Safa’at, Muchamad Ali. 2009. “Pembubaran Partai Politik;pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik”. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Syafiie, Inu Kencana. 2002. “Sistem Politik Indonesia”. Refika Aditama. Bandung.

Leave a comment